nusakini.com--Sebagian besar jemaah haji Indonesia masuk dalam kategori lansia dan memiliki risiko kesehatan yang tinggi (risti). Salah satu tantangan yang harus diperhatikan adalah reaksi penyesuaian ketika mereka tiba di Arab Saudi.  

Perjalanan yang sangat jauh, cuaca panas, dan budaya yang berbeda berpotensi memberikan tekanan yang kuat sehingga berakibat stress dan berujung pada disorientasi. Terkait hal ini, Dokter spesialis kejiwaan Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Daker Makkah Ika Nurfarida memandang pentingnya peran petugas, terutama petugas kloter, dalam melakukan pendampingan.  

• Komisi VIII Apresiasi Sukses Penyelenggaraan Haji 2016
• 488 Jemaah Umrah Tertahan Pulang, Sudah Terbang ke Indonesia
• Tahun Ini, Seluruh Pembayaran Haji Harus Melalui E-Hajj
• Teknis Haji Terus Pantau Kondisi Jemaah Haji dan Umrah yang Sakit di Saudi
• Tiga Jemaah Haji Indonesia Masih Dirawat di Rumah Sakit Saudi

Menurutnya, jemaah haji bisa mengalami kebingungan karena bertemu dengan sekian ribu jemaah lainnya yang datang dari berbagai negara di tempat yang sama sekali berbeda dengan lingkungan asalnya. Jemaah yang seperti ini, lanjut Ika, tidak boleh terlepas rombongan. Sebab, kejadian disorientasi banyak ditemukan karena berawal dari terpisah rombongan lalu tersesat jalan.  

Jemaah tidak tahu arah jalan pulang , tidak memakai sandal sehingga kakinya lecet dan mengalami masalah kesehatan, terang Ika di Kantor KKHI, Khalidiyah Makkah, Kamis (18/8). 

Jika ada orang bingung dan mengalami disorientasi, maka langkah pertama adalah memberi minum yang banyak, dikasih kurma, lalu dekati secara personal untuk bisa menenangkan. Jika tidak dapat diatasi, hubungi dokter terdekat, jelasnya. 

Ika memandang pentingnya edukasi kepada jemaah haji Indonesia terkait hal ini sehingga bisa terhindar dari disorientasi. Untuk itu, KKHI juga membentuk tim promosi - preventif (TPP) untuk menekan kejadian yang seperti itu. Salah satu tugasnya adalah mengedukasi jemaah haji agar dapat mengukur kemampuan fisiknya. Jika melakukan ibadah, harus selalu mengukur kemampuanya. Jangan sampai aktivitas yang dilakukan melampaui kapasitas jemaah itu sendiri, tandasnya.(p/ab)